Proses pembuatan plastik kentang
Untuk membuat plastik dari kentang, beberapa kentang mentah dicuci bersih, lalu diparut hingga agak halus. Parutan kentang itu dicampur air secukupnya dan diulek agar lebih halus. Setelah itu, parutan kentang disaring untuk membuang airnya sehingga hanya tersisa endapan putih, yakni sari pati kentang.
Sari pati kentang ini lalu dicuci lagi dan kembali disaring. Tunggu hingga mengendap. Endapan berupa tepung pati kentang ini lalu dicampur HCL atau asam cuka atau cuka dapur, gliserin, dan air secukupnya. Lalu, campuran pati kentang, HCL, gliserin, dan air ini dipanaskan di atas api sedang selama 15 menit sambil terus diaduk. Hasilnya akan seperti gel berwarna putih.
Gel dari sari pati kentang ini lalu ditetesi NaOH (natrium hidroksida) atau soda api, setetes demi setetes, lalu dites dengan ditempelkan ke kertas lakmus warna pink. Jika kertas lakmus itu berubah warna menjadi merah, tetesan soda api harus ditambah. Sampai kertas lakmusnya berwarna biru atau hijau.
Jika gel yang ditetesi NaOH saat dites di kertas lakmus warna pink berubah menjadi biru atau hijau, gel ini siap menjadi plastik. Gel lalu siap dibentuk atau dituang di cetakan dan dijemur selama beberapa jam atau paling lama sehari sampai mengering. Setelah mengering, gel itu berubah menjadi plastik bening.
Kertas dari bambu
Proses pembuatan kertas dari pelepah bambu juga cukup sederhana. Pelepah bambu atau kulit pembalut batang bambu dicuci dan dipotong kecil-kecil, lalu dicampur dengan NaOH (natrium hidroksida) atau soda api dan direbus di atas api sedang selama dua jam. Sambil direbus, potongan pelepah bambu itu diaduk dengan pengaduk kayu. "Kalau pakai pengaduk berbahan metal, akan timbul sifat korosif, soalnya kan ada NaOH-nya," kata Vilia.
Setelah dua jam direbus, potongan pelepah bambu kembali dibersihkan dan dicuci, lalu dicampur dengan lem kertas secukupnya sambil diblender hingga menjadi bubur kertas. Bubur kertas ini siap dicetak dengan screen dan dibiarkan mengering beberapa jam. "Setelah kering, tinggal diambil dari screen dan jadilah kertasnya," tutur Vilia.
sumber : kompas.com
Kamis, 29 September 2011
Rabu, 28 September 2011
Ketahanan Pangan Dunia untuk Keberlanjutan Peradaban Manusia
Krisis pangan dan keuangan telah melanda berbagai benua saat ini. Amerika dan Eropa pun terkena krisis financial, di samping ancaman krisis pangan yang tengah terjadi di benua Afrika. Organisasi Pangan Sedunia (FAO/ Food and Agriculture Organization), dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-31 Tahun 2011 mengingatkan kembali bahwa perwujudan ketahanan pangan dunia adalah tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan bagi keberlanjutan peradaban manusia.
FAO telah menetapkan tema peringatan HPS Tahun 2011 adalah Food Prices From Crisis To Stability. Tema tersebut dipilih dengan mempertimbangkan dinamika yang muncul akhir-akhir ini, yaitu terjadinya krisis financial di Amerika Serikat yang dampaknya dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada situasi dan kondisi pangan hampir di seluruh dunia, dan perubahan iklim global yang akan berdampak langsung pada produktivitas pangan dunia.
Akibat persoalan tersebut, FAO menyarankan kepada setiap negara untuk melihat apa penyebab harga pangan yang terus meningkat, meningkatkan kewaspadaan serta komitmen masing-masing pemimpin negara dalam meningkatkan ketahanan pangan, khususnya dalam mencegah dan mengantisipasi kasus rawan pangan dan kelaparan.
FAO mengatakan kemampuan setiap negara untuk bertahan dan selamat dari cengkeraman krisis global ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat secara berkelanjutan.
Sejak pertengahan tahun 2007 yang lalu, dunia menghadapi berbagai krisis, yang dimulai dari krisis harga pangan dan berkelanjutan adanya krisis financial dan ekonomi yang hampir melanda semua bangsa.
Sebagaimana diketahui bahwa pangan adalah kebutuhan yang paling esensial untuk menjalani kehidupan ini. Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di tingkat dunia telah memicu terjadinya krisis pangan global dikarenakan penggunaan hasil pangan untuk membuat energy nabati yang dampaknya adalah penurunan ketersediaan pangan sehingga berpotensi menambah jutaan masyarakat rawan pangan. Kondisi ini merupakan suatu ancaman bagi kelanjutan hidup jutaan manusia di dunia terutama yang mempunyai keterbatasan akses terhadap pangan sehingga perlu diantisipasi dengan seksama.
Langganan:
Postingan (Atom)